Blogger Jateng

Ketua Umum PGI Kunjungi Pengungsi Korban Gempa di Lombok

 


Ketum PGI saat menyerahkan bantuan dari PGI, Yakum Emergency Unit, Pelkesi, dan JAKOMKRIS TBI kepada pengungsi di Masjid Al’Fatah Karang Bajo, Lombok Utara, Kamis (2/8)

Lombok, Suarakristen.com

Kejadian gempa bumi tektonik dangkal (10 km) dengan kekuatan 6,4 SR dan berpusat di Lombok terjadi pada pukul 05:47 waktu setempat pada 29 Juli 2018. Tercatat telah terjadi 346 gempa susulan hingga 31 Juli 2018 (pukul 10:00 WIB).

Sebanyak 4 kabupaten terdampak langsung gempa; Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Tengah, bahkan hingga ke Kabupaten Sumbawa Barat (di luar Pulau Lombok). Menyebabkan kerusakan 5.448 rumah dan juga beberapa fasilitas vital masyarakat; perkantoran, sekolah, rumah ibadah, jembatan, dan toko.

Korban jiwa sejumlah 17 orang yang meninggal, 401 korban luka, dan sebanyak 10.062 jiwa masih mengungsi. Gempa juga berdampak di daerah wisata Gunung Rinjani di mana sebanyak 820 pendaki sempat terjebak pasca gempa. Pemerintah Kabupaten Lombok Utara menetapkan masa tanggap darurat hingga Minggu, 5 Agustus 2018. Pos Utama telah didirikan di Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Utara.

Beberapa hari setelah peristiwa gempa, Ketua Umum PGI Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang bersama Sekretaris Eksekutif  Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Pdt. Henrek Lokra mengunjungi salah satu tempat pengungsian di Masjid Al’Fatah Karang Bajo, Lombok Utara. Pada kesempatan itu, Ketua Umum PGI menyampaikan rasa prihatin atas peristiwa yang terjadi, dan berharap seluruh pengungsi segera dapat kembali ke rumah masing-masing.

“Kami juga berharap semoga bapak ibu tetap kuat dalam iman walaupun berada di tempat pengungsian yang tentunya serba terbatas fasilitasnya, air kurang, kamar mandi juga. Sebagai suadara sebangsa dan setanah air, kami juga merasakan apa yang bapak ibu alami,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, YAKKUM Emergency Unit (YEU) bekerja sama dengan Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan Indonesia (PELKESI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jaringan Komunikasi Kristen Tangguh Bencana Indonesia (JAKOMKRIS-TBI) melakukan pelayanan kesehatan mobile di Kecamatan Bayan yang dibantu oleh GBI Rock Tagana Rajawali.

Diinformasikan, memasuki hari ke-3 pasca gempa, masyarakat masih mengungsi di beberapa titik pengungsian dan sebagian melakukan secara mandiri. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat masih takut untuk tidur di dalam rumah, atau karena kondisi rumah yang memang tidak layak karena rusak.

Pemenuhan kebutuhan di sebagian titik pengungsian masih belum merata dikarenakan akses menuju lokasi dan koordinasi distribusi yang belum tercatat dengan baik. Bantuan sendiri banyak berdatangan dari berbagai pihak, ada yang datang di Pos Utama untuk mendaftar dan sebagian donasi pribadi langsung diberikan ke warga.

Kebutuhan mendesak yang diperlukan meliputi, (1) Kesehatan (pelayanan kesehatan mobile menjangkau titik-titik pengungsian yang jauh, psikososial untuk anak-anak di titik yang tidak terjangkau (bukan di titik pengungsian dengan populasi banyak). (2) WASH (Suplai air, dikarenakan sumber air dari lereng Gunung Rinjani yang terputus. Koordinasi, dan distribusi air ada di Pos Utama masing-masing kabupaten, WC darurat (mobile) di titik pengungsian yang terpencar, serta Sosialisasi PHBS di tempat pengungsian. (3) NFI (hygiene kits untuk kelompok usia khusus; bayi, balita, anak, dan lansia, terpal (bisa sebagai alas tidur, sebagai tenda atau pembatas ruang supaya angin tidak terlalu banyak masuk), termos, dan selimut. (4). Pengelolaan logistik dan pendataan di pos tanggap darurat di beberapa pos tanggap darurat desa.

Selama 31 Juli-1 Agustus 2018, YEU bersama tim medis dari Pelkesi (1 dokter, 1 perawat) yang didukung oleh JAKOMKRIS-TBI telah berada di Kabupaten Lombok Utara (KLU) dengan fokus di Kecamatan Bayan, guna melakukan intervensi kesehatan dengan fokus, yaitu pertama, Assessment dengan fokus pada sektor kesehatan, WASH, shelter dan pemulihan penghidupan Assessment dilakukan di Desa Karang Bajo, Senaru dan Sambik Elen dengan temuan kebutuhan seperti di atas. Sistem kesehatan tidak collapse, dan pos kesehatan dipusatkan di 2 Puskesmas; Bayan dan Senaru. Sudah berkoordinasi dengan Kepala Puskesmas Bayan, Senaru dan Kadis Kesehatan. Permasalahan adalah terkait manpower yang menjalankan pelayanan kesehatan.Contoh; di Karang Bajo hanya ada 1 perawat dan 1 bidan yang harus melayani 18 titik pengungsian yang tersebar di 9 dusun dengan jarak yang lumayan jauh.

Sudah ada relawan kesehatan dari mahasiswa yang sekolah perawat, gizi, namun untuk rolling tim kesehatan belum maksimal karena mengandalkan tenaga sukarela. Terkait informasi pemulihan untuk penghidupan, didapat informasi jika sebagian masyarakat merupakan petani, porter dan guide untuk pendakian Gunung. Rinjani, peternak dan pedagang.

Saat ini adalah masa panen kacang, tetapi karena gempa beberapa warga meratakan lahannya untuk didirikan tenda pengungsian. Tengkulak tidak banyak yang datang sehingga harga turun. Berdasarkan kondisi di lapangan dan atas saran dari pihak setempat, kegiatan pelayanan kesehatan dilakukan malam hari, mengingat saat siang masih banyak yang berkegiatan di ladang/bekerja. Sehingga pelayanan kesehatan malam akan lebih efektif. Puskesmas sendiri memiliki program Jemari (Jelajah Malam Hari) dalam program reguler mereka (sudah ada sebelum kejadian bencana).

Kedua, Pelayanan medis. Tim medis melakukan pelayanan kesehatan dengan sistem jemput bola untuk menjangkau beberapa titik; dusun Plabu Pati, dusun Ancak Timur dan dusun Lokok Aur, semua ada di Desa Karang Bajo. Jumlah total yang telah ditangani sebanyak 95 pasien (42 perempuan, 53 laki-laki) dengan penyakit terbanyak: gastritis (peradangan, iritasi lambung) , arthralgia (nyeri sendi tubuh), cephalgia (sakit kepala), tinea corporis (infeksi jamur) dan ISPA.

Ketiga, melakukan pendampingan pengelolaan tempat pengungsian yang inklusif. Beberapa pos desa sudah berfungsi sebagai pusat logistik, tetapi belum dilengkapi dengan pendataan yang terstruktur, terkait populasi terdampak, pendataan dengan segregasi usia, kebutuhan yang menjadi gap di pos desa/titik pengungsian, pencatatan logistik yang terstruktur; biasanya hanya berupa pencatatan barang keluar dan masuk, tidak ada rekap bantuan, belum ada pembagian kerja bergantian (rolling), dan beberapa tempat pengungsian tidak berupa tenda, tapi terbuka sehingga tidur di berugak (bale-bale) atau hanya di atas tikar.

Oleh sebab itu, tim mensosialisasikan format pendataan terpilah dan membagikan contoh template pendataan logistik (barang, obat dan jenis pelayanan), serta menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan dan aksesibilitas bagi kelompok rentan (anak, ibu hamil dan lansia) kepada koordinator pos.

Sedangkan terkait rencana ke depan, Tim masih akan berada di lokasi hingga 4 Agustus 2018 dengan rencana (1) melakukan pembelian dan distribusi terpal dan termos. Untuk termos diprioritaskan bagi keluarga yang memiliki bayi, balita atau lansia. (2). Melanjutkan pelayanan kesehatan di Sukadana atau Sambik Elen. (3). Mensosialisasikan pengelolaan tempat pengungsian yang memperhatikan aksesibilitas bagi kelompok rentan, yang aman dan sehat. (4). Melanjutkan koordinasi lapangan dengan pihak terkait, Pos Kecamatan Bayan, Puskesmas, Plan Indonesia, JAKOMKRIS-TBI, HFI dan lainnya.

Hingga saat ini YEU dan tim Pelkesi telah menjalin koordinasi dengan Puskesmas Bayan, Puskesmas Senaru dan Kadis Kesehatan KLU untuk menjalankan pelayanan kesehatan, Pos Utama Bayan, JAKOMKRIS-TBI, HFI, dan Plan Indonesia untuk mendiskusikan kolaborasi pendampingan ke depan.

Sumber: www.pgi.or.id

Posting Komentar untuk "Ketua Umum PGI Kunjungi Pengungsi Korban Gempa di Lombok"