_”Salus ubi multa consilia._
Orang akan selamat dimana banyak nasihat”.
Kata “selamat” memiliki konotasi dan makna yang positif, dan hal itu sudah sangat bisa dipastikan. Itulah sebabnya banyak orang Indonesia menggunakan kata ”selamat” sebagai nama diri; baik dalam penulisan “selamat”, maupun “slamet” ataupun “slamat”. Keberbedaan penulisan biasanya berhubungan dengan keragaman aksen dan ada kaitan dengan keberbedaan wilayah. Melalui penggunaannya di dalam kalimat kita bisa dengan lebih tepat memberi makna bagi kata “selamat”.
“Dari 30 orang penumpang yang berada dalam bus itu, separuhnya yang selamat. Bus itu remnya blong dan kemudian terguling ke bawah jurang karena pengemudinya ngebut”. Kata “selamat” pada kalimat diatas berarti “masih hidup” . “Selamat siang Bapak Ibu. Kita segera menikmati makan siang dengan menu spesial di restoran ini. Mari kita berdoa, mendoakan makanan dan minuman yang tersedia sesuai dengan agama dan kepercayaan Saudara-saudara, dan saya yang Muslim akan berdoa sesuai dengan agama saya. Kata “selamat” pada kalimat itu adalah sejenis “greetings” yang biasa diucapkan sesuai dengan perhitungan waktu, atau juga disampaikan kepada mereka yang berulangtahun, menikah, di anugerahi anak kelima, dan sebagainya.
Dalam vokabulari bahasa Indonesia kata “selamat” sudah amat dikenal bahkan dengan berbagai kata turunannya. Dalam buku “Logat Kecil Bahasa Indonesia yang disusun oleh WJS Puwadarminta, JB Wolters, Groningen, Djakarta 1951, kata “selamat” diberi makna : “tidak mendapat kecelakaan; terhindar dari bahaya; kata untuk memberi salam”. Dari kata “selamat” kita kemudian mengenal kata “slametan” yang maknanya sebuah seremoni ucapan syukur karena seseorang telah berhasil dalam hidupnya.
Dalam buku “Glosari Betawi” yang disusun Ridwan Saidi, Penerbit Betawi Ngeriung, Jakarta, 2007 kata “slametan” diberi arti “kenduri”. Di daerah Jakarta dan dipinggir-pinggir Jakarta istilah ” slametan” dalam arti “kenduri”, “pesta” masih cukup dikenal.
Walaupun kata “selamat” memiliki konotasi yang positif namun pada kalimat-kalimat tertentu bisa juga kata itu mengandung _nuansa_ yang tidak positif. Misalnya bisa kita simak dalam kalimat berikut. “Dia ingin cari selamat saja sehingga pada tahun ini ia nyaleg dengan pindah gerbong”. “Ia ingin cari selamat itulah sebabnya ia merapat ke pak XY”
Manusia yang beragama mempunyai obsesi bahwa mereka ingin selamat “dunia-akhirat”. Di dunia fana ini juga ingin mengalami ‘keselamatan’, artinya hidup bahagia, sehat, berkecukupan, tidak kena OTT dan masuk penjara, tidak terkena operasi Sabu, hidup tenang dan enjoy, tidak menjadi pasien inventaris. Oleh karena itu umat berjuang keras untuk hidup dengan menaati ajaran agama, tidak melawan hukum dan mengagungkan kaidah-kaidah moral.
Manusia yang lemah dan fana tak mampu melaksanakan perintah agama dengan setia. Rayuan dan bujukan dari berbagai penjuru amat kuat. Manusia membutuhkan *nasihat*, dari istri/suami keluarga besar, lembaga keagamaan dan pejabat agama, bahkan dari siapapun yang dengan tulus ikhlas memberikan nasihat kepada seseorang agar kehidupannya berjalan dengan lebih baik.
Pepatah yang dikutip diawal bagian ini menyatakan “orang akan selamat dimana banyak nasihat”. Nasihat itu penting diberiksn oleh orang yang kompeten atau mereka yang dituakan. Tetapi nasihat juga harus didengar dan dilaksanakan. Jika banyak nasihat dari para ahli tapi nasihat itu tidak didengar dan tidak dilaksanakan ya mubazir, tak ada maknanya.
Nasihat orang tua, nasihat para penasihat konon sekarang ini sudah kurang didengar. Para penasihat seperti memberi nasihat di ruang kosong, tak ada eksekusi. Bisa juga terjadi konten nasihat yang out of date, tidak cocok dengan zaman sehingga nasihat tidak lagi diberi ruang. Nasihat Mbah Google sekarang yang lebih dicari para cucu. Mereka tak mau tanya mbah kakung, mbah putri, oma opa, opung karena menurut para cucu mereka semuanya *gaptek habis*. Mari kita saling menasihati, bahan dari Kitab Suci banyak sekali untuk menjadi sumber nasihat.
Selamat berjuang. God bless.
*Weinata Sairin*
Posting Komentar untuk "PDT. WEINATA SAIRIN: BAGI YANG FANA, NASIHAT ITU PENUH MAKNA"